Sabtu, 12 Desember 2009

Meningkatkan Motivasi Anak untuk Sekolah

Orang tua sering mengalami masalah dalam memotivasi anak untuk sekolah. Anak mungkin sering kali enggan untuk pergi sekolah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab. Anak bisa saja malas sekolah karena tidak memiliki alasan kenapa ia harus ke sekolah. Beberapa alasan seperti guru yang galak atau lingkungan sekolah yang tidak nyaman dapat membuat anak malas sekolah. Untuk itu orang tua, guru dan pengurus sekolah harus berpartisipan dalam memotivasi anak untuk sekolah.

Motivasi


Sebelum kita bahas hal-hal apa saja yang dapat kita lakukan untuk memotivasi anak untuk sekolah, kita harus mengetahui apa itu motivasi. Motivasi adalah alasan kenapa sesorang berperilaku, berpikir, dan merasakan seperti yang mereka lakukan (Santrock, 2005). Maslow mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu yang kompleks, yaitu perilaku sesorang muncul karena beberapa motif atau alasan. Maslow juga berasumsi bahwa seseorang secara terus menerus termotivasi oleh suatu kebutuhan (Feist & Feist, 2006). Definisi lain dari motivasi adalah suatu proses yang memeberi semangat, arah, dan kegigihan untuk melakukan sesuatu (Santrock, 2007). Allport percaya bahwa kebanyakan orang sadar atas apa yang sedang ia lakukan dan kenapa ia melakukan hal itu (Feist & Feist, 2006).

Terdapat dua jenis motivasi. Pertama adalah motivasi intrinsik yaitu, motivasi internal untuk melakukan sesuatu karena ia benar-benar ingin melakukan hal itu (Santrock, 2007). Motivasi ini lebih menekankan pada ketulusan individu untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang anak yang rajin mengikuti pelajaran olahraga karena ia memang benar-benar menyukai atau menikmati materi pelajaran tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu hal untuk mendapatkan sesuatu (Santrock, 2007). Dengan kata lain, seseorang melakukan sesuatu karena ia menginginkan sesuatu dari apa yang telah ia lakukan, seperti reward, hadiah, perhatian, dll. Misalnya, seorang anak belajar karena ingin mendaptakan hadiah dari orang tua atau agar bisa bermain dengan temannya. Dari kedua motivasi tersebut, motivasi interinsik memang lebih baik karena secara umum akan berpengaruh positif kepada proses belajar. Namun lama kelamaan motivasi ekstrinsik bisa berubah menjadi motivasi interinsik bila indidvidu tersebut menemukan kecocokan atau kenyamanan dari suatu hal yang ia jalani tesebut.

Memotivasi Anak untuk Sekolah
Dengan mengetahui beberapa hal mengenai motivasi, kita dapat melakukan beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk memotivasi anak untuk sekolah. Berikut adalah hal-hal yang bisa menjadi pertimbangan orang tua, guru dan pengurus sekolah agar anak lebih termitivasi untuk sekolah. Bila semua anak memiliki motivasi tinggi untuk sekolah, mungkin akan meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.
  • Orang Tua
Orang tua mungkin bisa melakukan perspektif behavioral untuk memotivasi anak sekolah. Perspektif ini biasa digunakan dengan memberikan reinforcement (penguat) atau punishment (hukuman) kepada anak. Untuk meningkatkan perilaku yang dinginkan muncul, orang tua harus memberikan reinforcement kepada anak (Santrock, 2007). Reinforcement yang digunakan berupa reward seperti hadiah, pelukan, perhatian, perjalanan wisata dll. Untuk memotivasi anak agar rajin sekolah, orang tua dapat memberikan reinforcement setelah anak tersebut bisa berangkat sekolah selama sebulan tanpa bolos. Penggunaan reinforcement akan menjadi efektif bila reward yang diberikan kepada anak sesuai dengan keinginan atau hal-hal yang disenangi anak. Untuk itu, orang tua harus jeli dalam memilih reward yang efektif. Selain itu, orang tua juga harus mempehatikan waktu pemberian reward. Reinforcement harus diberikan segera setelah perilaku yang diinginkan muncul.

  • Guru

Selain orang tua, guru juga memiliki peranan penting dalam memotivasi anak sekolah. Penggunaan perspektif behavioural selain bisa digunakan orang tua, juga bisa diterapkan oleh guru dalam meningkatkan keinginan sisiwa untuk belajar dan sekolah lebih rajin lagi. Mungkin pemberian bonus poin nilai untuk anak yang mampu menghadiri kelas selama satu semester secara penuh tanpa absen, pemberian reward berupa pujian, hadiah kecil seperti coklat juga mampu meningkatkan motivasi anak untuk sekolah. Di samping menggunakan reinforcement, dalam perspektif behavioral juga menggunakan punishment. Namun dalam mendidik seorang anak, punishment merupakan hal yang sebisa mungkin harus dihindari. Karena selain dapat menimbulkan emosi negatif pada anak (Santrock, 2007), punishment juga kurang efektif untuk digunakan dalam memotivasi anak.


Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam memotivasi anak. Anak akan menjadi rajin ke sekolah apabila guru yang menjadi pengganti orang tua di sekolah bisa membuat anak merasa senang, nyaman dan mendapatkan kasih sayang. Tugas utama guru memang mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi siswa. Namun dalam mendidik, guru juga harus memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Guru yang kurang memperhatikan kebutuhan siswanya akan mengakibatkan siswa tersebut kurang berminat untuk belajar dan sekolah. Dengan membuat suasana belajar dan metode mengajar yang menyenangkan, siswa akan berminat dan memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar dan datang ke sekolah untuk mengukuti pelajaran. Hal tersebut menunjukkan salah satu contoh perspektif humanistik. Seperti konsep heararki kebutuhan Abraham Maslow yang mengatakan bahwa pemenuhan setiap kebutuhan harus sesuai dengan urutannya, yaitu physiological, safety, love and belongingness, esteem, dan self-actualization (Feist&Feist, 2006). Untuk meningkatkan motivasi anak untuk sekolah, guru sebagai sosok pengganti orang tua di sekolah harus membuat anak merasa nyaman dengan guru yang membimbingnya.

  • Pengurus Sekolah


Pengurus sekolah juga berperan dalam memotivasi anak. Pengurus sekolah dapat memotivasi anak dengan menyediakan fasilitas sekolah yang baik. Pengurus sekolah harus membuat ruang kelas bisa membuat anak nyaman berada di dalam kelas. Pengurus harus memperhatikan kebersihan, suhu ruangan dan komponen kelas. Tentu saja dengan ruang kelas yang sejuk, bersih dan rapih anak akan merasa nyaman berada di kelas dan mungkin akan semakin membuat anak bersemangat datang ke kelas. Dalam pemenuhan kenyamanan anak agar termotivasi untuk sekolah merupakan contoh lain dari penggunaan perspektif humanistik seperti yang bias dilakukan oleh guru.


Beberapa hal yang telah disebutkan di atas memang merupakan hal-hal yang bisa memotivasi anak secara ekstrinsik. Hal ini disebabkan karena untuk membuat individu melakukan suatu tindakan yang tidak disukai akan lebih mudah bila membuat individu tersebut termotivasi secara ekstrinsik. Namun, dengan berjalannya waktu motivasi intrinsik untuk sekolah dapat tumbuh dengan sendirinya dalam diri anak. Salain itu, orang tua, guru, dan pengurus sekolah diharapkan bisa bekerja sama dalam memotivasi anak karena anak akan semakin termotivasi bila seluruh lingkungan di sekitarnya mendukung.




Daftar Pustaka
Feist, J., & Feist, G. J. (2006). Theories of personality (6th ed.). New York: McGraw-Hill.
http://www2.fultonschools.org
http://www.bruderfic.or.id
Santrock, J. W. (2005). Psychology (7th ed.). New York: McGraw-Hill.

Santrock, J. W. (2007). Psikologi pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.